Lonjakan bencana alam akibat perubahan iklim menjadi sorotan serius di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, data BNPB mencatat lebih dari 3.850 kejadian bencana sepanjang 2025, sebagian besar berupa banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem yang mengganggu aktivitas masyarakat. Secara global, laporan World Economic Forum menempatkan cuaca ekstrem sebagai risiko terbesar kedua di dunia setelah konflik bersenjata. Situasi tersebut menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga menekan ketahanan energi dan kestabilan ekonomi global.
Menanggapi tantangan tersebut, Universitas Pertamina menyelenggarakan konferensi internasional ICONIC-RS 2025 sebagai bentuk kontribusi akademisi terhadap solusi keberlanjutan. Kegiatan ini menghadirkan berbagai pakar nasional dan internasional untuk membahas risiko global, transisi energi, dan strategi kolaboratif dalam memperkuat ketahanan ekonomi serta lingkungan. Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina (Persero), Agung Wicaksono, menegaskan bahwa perusahaan energi pelat merah tersebut berkomitmen menghadirkan inovasi yang sejalan dengan agenda global menuju net zero emission. Ia menjelaskan, Pertamina telah mengembangkan biofuel B35, memperluas riset teknologi rendah karbon, serta menjalin kemitraan strategis dengan Universitas Pertamina melalui Pertamina Sustainability Center.
Langkah tersebut sejalan dengan strategi pemerintah dalam memperkuat transisi energi nasional. Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P. Hutajulu, menjelaskan bahwa Indonesia terus mendorong peningkatan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) untuk memastikan ketersediaan energi bersih yang berkelanjutan. Hingga 2025, kapasitas pembangkit EBT telah mencapai 57,9 gigawatt dan ditargetkan meningkat menjadi 87,67 gigawatt pada 2029. Menurutnya, transisi energi bukan sekadar perubahan teknologi, tetapi juga langkah strategis untuk menjaga kemandirian energi dan kesejahteraan masyarakat di masa depan.
Dalam kesempatan yang sama, President Director Pertamina Foundation, Agus Mashud S. Asngari, menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi krisis global. Ia menyebutkan bahwa isu seperti perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, dan krisis energi memiliki keterkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat. Melalui inisiatif seperti Pertamina Net Zero Emission Roadmap 2025, program Blue Carbon, dan pemberdayaan UMKM, Pertamina Foundation berupaya mengubah risiko menjadi peluang keberlanjutan. “Kolaborasi adalah kunci untuk mengubah tantangan menjadi solusi nyata. Kita perlu bekerja bersama, lintas batas dan disiplin, agar hasilnya berdampak luas,” ujar Agus.
Konferensi ICONIC-RS 2025 yang digelar oleh Universitas Pertamina juga menjadi wadah bagi para peneliti, akademisi, dan mahasiswa untuk mempublikasikan hasil riset mereka terkait isu keberlanjutan global. Lebih dari 100 peserta dari 10 negara turut ambil bagian dalam kegiatan tersebut, menghasilkan 55 publikasi ilmiah yang mencakup topik seperti Environmental, Social, and Governance (ESG), risiko keuangan, manajemen energi, dan komunikasi risiko.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir, M.S., IPU., dalam sambutannya menegaskan bahwa menghadapi krisis global memerlukan kolaborasi dan pendekatan multidisipliner. Ia menjelaskan bahwa ICONIC-RS bukan hanya ajang akademik, tetapi juga platform nyata untuk membangun jaringan kerja sama antara universitas, industri, dan pemerintah. “Konferensi ini mempertemukan para ahli dari Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat untuk berbagi pandangan dan solusi menghadapi risiko global. Melalui kolaborasi seperti ini, kita dapat menerjemahkan ilmu pengetahuan menjadi kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya.
Prof. Wawan juga menegaskan bahwa Universitas Pertamina berkomitmen menjadikan pendidikan tinggi sebagai motor penggerak perubahan menuju masa depan berkelanjutan. Menurutnya, setiap riset dan inovasi yang dihasilkan kampus harus dapat memberi manfaat langsung bagi masyarakat dan dunia industri. “Kami ingin agar riset tidak berhenti di laboratorium. Melalui kolaborasi ini, Universitas Pertamina ingin memastikan bahwa setiap gagasan akademik dapat diwujudkan menjadi dampak nyata untuk memperkuat ketahanan bangsa menghadapi risiko global,” tutup Prof. Wawan.
